“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas
kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu
agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah [2] : 183)
Bulan
Agustus kali ini menjadi sangat istimewa, karena bertepatan dengan bulan
Ramadhan. Persis ketika PPKI tahun 1945 menyiapkan kemerdekaan bangsa Indonesia
juga terjadi bulan Ramadhan (Djoened Poesponegoro, Marwati, 1984). Bulan dimana
bangsa Indonesia yang mayoritas muslim harus berpuasa dan keberkahan Ramadhan
telah menghantarkan tokoh – tokoh bangsa Indonesia saat itu berani mengambil
resiko untuk memproklamirkan kemerdekaan bangsa Indonesia tanpa harus menunggu
perpindahan kekuasaan dari Jepang. Sementara terungkap bahwa tanggal 17 Agustus
1945, dipilih oleh Soekarno – Hatta, karena tanggal tersebut mempunyai ‘daya
mistik’(Hardi, Lasmidjah, 1984), diantaranya bahwa 17 adalah jumlah rekaat
dalam sholat. Tanggal 17 Agustus 1945 jatuh di hari Jum’at, dimana Jum’at
merupakan hari yang cukup dihormati oleh kaum muslim, sebagai salah satu hari
dimana umat muslim, terutama pria dan akil baligh diwajibkan untuk sholat
berjamaah berbeda dibanding sholat jamaah rowatib.
Tentu
saja kali ini ada makna lain sehingga Allah SWT memberikan rejeki sehingga
Agustus 2011 bertemu dengan Ramadhan 1432 H, sehingga bisa memberikan manfaat
lebih kepada umat muslim dan bangsa Indonesia pada umumnya. Sebab pertemuan dua
bulan sarat makna ini sangat jarang terjadi, inilah moment bagi bangsa
Indonesia untuk bisa memberikan arti lebih.
Kemerdekaan
bangsa Indonesia ditandai dengan pembacaan proklamasi kemerdekaan tanggal 17
Agustus 1945, oleh Soekarno – Hatta, ini adalah moment penting yang tidak bisa
dirubah lagi oleh masyarakat Indonesia atau masyarakat internasional, harga
mati yang pengorbanan mempersiapkan proklamasi kemerdekaan sama dengan
pertaruhan hidup mati sebuah bangsa. Kemerdekaan Indonesia harus diperjuangkan
dengan segala bentuk pengorbanan, harta bahkan nyawa siap dipertaruhkan untuk
merebut kemerdekaan. Salah besar apabila ada anggapan bahwa kemerdekaan
Indonesia hanyalah pemberian kekuasaan administratif oleh Jepang atau Sekutu
(Soebardjo, Ahmad, 1978). Tapi hasil jerih payah, kegigihan, dan kerja keras
bangsa Indonesia. Shaum Ramadhan menurut Abul ‘Ala al-Maududi merupakan sebuah
perjuangan dan kegigihan seorang hamba untuk bisa memenuhi keinginan utama
yaitu menjadi orang bertakwa, artinya hamba tersebut tidak hanya sebagai muslim
tapi mukmin dan meningkat menjadi muttaqien (tingkat tertinggi). Sementara
Ibnul Qayyum Al-Jauzi mengartikan shaum ramadhan sebagai bentuk pencucian jiwa
(tazkiyatun nafs) sebelum dapat menapakkan kakinya menuju tingkat atau derajat
lebih tinggi, sebuah bentuk hijrah dari kotor menuju bersih.
“….sesungguhnya
orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”
(QS. Al-Hujuurat [49], 13)
Kemerdekaan
merupakan bentuk perjuangan dari pahlawan untuk bisa menentukan nasib, maka
Ramadhan juga mempunyai arti sebuah perjuangan. Kemerdekaan berjuang untuk
menjadi lebih baik, maka Ramadhan juga berarti sebuah perjuangan seorang mukmin
menjadi lebih baik yaitu muttaqien. Berjuang melawan tentara Jepang, tentara
sekutu, dan penghianat bangsa adalah hal lazim saat itu untuk bisa mendapatkan
kemerdekaan, tanpa perjuangan tidak akan ada kemerdekaan, maka slogan yang
muncul adalah “merdeka atau mati”. Sementara Ramadhan mengajak umat muslim
mengerti bahwa untuk lulus ujian muttaqien harus ada perjuangan melewati
rintangan yaitu puasa.
Kemerdekaan
harus diupayakan dengan kegigihan, tanpa upaya ini maka dapat dipastikan tidak
ada kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia terkenal dengan
kegigihan, maka untuk perjuangan kemerdekaan hal tersebut dibuktikan, tanpa
menyerah dan siap berkorban. Maka Ramadhan juga kegigihan, berlapar-lapar,
kehausan, dan menahan nafsu tidak akan bisa terlewati tanpa kegigihan seorang
muslim. Menahan lapar, haus, dan nafsu sejak shubuh sampai dengan maghrib bagi
mereka yang tidak ada keimanan tentu akan sangat berat, hanya dengan
kegigihanlah hal tersebut bisa dilewati.
Kemerdekaan
adalah bentuk hijrah bangsa Indonesia dari sebuah bangsa terjajah menjadi
bangsa merdeka yang bisa menentukan nasib sendiri. Maka Ramadhan juga berarti
hijrah dari sebuah bentuk derajat yang rendah (muslim dan mukmin) menjadi
tingkat yang lebih tinggi yaitu muttaqien. Kemerdekaan adalah perubahan nasib
bagi bangsa Indonesia laksana hijrah menuju lebih baik, tidak menjadi bangsa
jajahan, tapi secara gemilang menuju Indonesia lebih baik. Ramadhan merubah
manusia penuh kotor menjadi manusia gemilang yang ditandai dengan ketakwaan.
Ketakwaan itulah yang menjadi syarat gemilang manusia muslim.
Apakah
manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: Kami telah
beriman, sedang“mereka tidak diuji lagi ?” (QS. Al-Ankabut [29], 2)
Kemerdekaan
mempunyai hubungan erat dengan Ramadhan, maka bersyukurlah warga masyarakat
muslim Indonesia mendapat bulan istimewa di waktu yang istimewa. Hubungan
keduanya sangat diperlukan sehingga dapat membentuk sebuah karakter istimewa
yang menandakan terjadinya kemanfaatan bagi pribadi-pribadi, agama, dan bangsa.
Sebuah perjuangan melewati hambatan yang berupa lapar, haus, dan nafsu sedari
shubuh sampai maghrib menjelang, dibarengi dengan kegigihan menjalankan shaum
sepenuhnya tanpa putus dan semampunya, sebagai bentuk hijrah jiwa – jiwa kotor
menuju jiwa – jiwa fitri sesuai dengan asal manusia diciptakan untuk mencapai
golden goal yaitu takwa.
“Hai
orang-orang yang beriman (kepada para rasul), bertaqwalah kepada Allah dan
berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua
bagian, dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat
berjalan dan Dia mengampuni kami. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
(QS. Al-Hadid [57], 28).
Wallahu a’lam bish-shawab
Tag :
seputar ramadhan
0 Komentar untuk "Hoyong nyaho Hikmah Ramadhan dan Kemerdekaan teh nu kumaha.."